Terlapor juga dituduh menggerayangi alat vital dua korban tersebut. Ulah bejat terlapor akhirnya ketahuan keluarga korban. Selanjutnya, mereka melaporkan tindakan cabul tersebut ke polisi.
"Kami sudah menerima laporan dari keluarga korban. Modus yang digunakan pelaku, terlapor mengaku bisa mengobati penyakit korban. Saat melakukan ritual itulah pelaku mencabuli korban," ujar Kasubbag Humas Polres Jombang Ipda Retno Suharti.
Retno menjelaskan, dua pelajar yang menjadi korban dukun cabul itu adalah LQ (16) dan AR (15), asal Kecamatan Megaluh. Kejadian itu bermula saat Priyo mendatangi rumah LQ. Kepada orangtua LQ, terlapor mengaku dirinya bisa mengobati penyakit yang diderita pelajar kelas III SMP tersebut.
Priyo juga berjanji akan memberi ilmu pengasihan kepada korban. Saat itu, di rumah tersebut juga ada AR, yang merupakan saudara sepupu korban. Lagi-lagi, warga lelaki yang sudah beranak-bini ini juga menyatakan kesanggupannya mengobati AR.
Caranya, dengan melakukan ritual kembang setaman. Singkat cerita, orangtua LQ mengiyakan. Selanjutnya, pada 27 Desember 2015, ritual untuk dua pelajar tersebut dilakukan di rumah korban. LQ dan AR diminta masuk ke ruang salat rumahnya secara bergantian. Mulut Priyo komat-kamit membacal mantra. Setelah itu, terlapor meminta korbannya menanggalkan seluruh pakaian yang menempel di tubuh.
Saat itulah dukun cabul ini menggerayangi alat vital korban. Terlapor berdalih tindakan itu adalah ritual pengasihan. Tujuannya, agar dua pelajar tersebut tidak dibenci orang lain. Berhasil memperdayai korban, Priyo jadi ketagihan. Dia lantas mengulang ritualnya. Pada 4 Januari 2016, Priyo kembali mendatangi rumah korban dengan dalih melakukan pengobatan.
Lagi-lagi, LQ dan AR diminta masuk ruang salat secara bergantian. Di ruangan tersebut mereka diminta telanjang bulat. Kali ini ulah terlapor lebih berani. Selain menggerayangi alat vital, dia juga nekad menyetubuhi salah satu korban. Puas mencabuli korbannya, terlapor langsung kembali ke rumahnya. Namun ulah mesum yang dikemas ritual pengasihan ini akhirnya terbongkar. Sebab dua korban tersebut menceritakan petaka yang menimpanya kepada keluarga.
"Keluarga korban yang tidak terima akhirnya melaporkannya ke polisi. Jika terbukti, terlapor kami jerat pasal 81 Undang-undang No 35/2014 Juncto pasal 82, perubahan atas Undang-undang No 23 tahun 2002, tentang perlindungan anak," pungkas Retno. (suryamalang)